Thursday, September 21, 2017

Cerita Dewasa ML Bersama Tante

Cerita Dewasa ML Bersama Tante - Tan, kemana saja sih kok sudah sebulan ini baru datang?”, tanyaku sengit ketika Tante ku datang mengunjungiku di Bandung. “Tante sudah dapat pacar baru ya? sampe enggak sempet datang? Pokoknya aku enggak mau kalo Tante dapat Papa baru”. Tante ku terlihat kaget ketika aku marah, padahal beliau baru saja datang dari Jakarta hari jumat sore itu. Tetapi ketika kepalaku di elus-elusnya dan Tante mengatakan minta maaf karena terlalu sibuk dengan pekerjaannya dan sekaligus juga mengatakan kalau Tante tetap sayang denganku, perasaan marahku pun jadi luluh. 





“Masak sih Mas (namaku sebenarnya Pur tetapi Tante selalu memangggilku Mas sejak aku masih kecil), kamu enggak percaya sama Tante ? Tante terlalu sayang padamu, jadi kamu jangan curiga kalau Tante pacaran lagi”, katanya terisak sambil menciumi pipiku dan akhirnya kami berpelukan. Setelah makan malam, lalu kami berdua ngobrol di ruang tamu sambil melihat acara TV. “Mas, rambutmu itu sudah mulai banyak lagi yang putih… sini Tante cabutin”, kata Tante yang biasanya selalu mencabuti ubanku bila datang ke Bandung. 

Segera saja aku bergegas ke kamar untuk mengambil cabutan rambut lalu duduk menghadap kearah TV di lantai sambil sandaran di sofa yang diduduki Tante . Terus terang, aku paling senang kalau Tante sudah mulai mencabuti ubanku, soalnya bisa sampai ngantuk. “Banyak betul sih Mas ubanmu ini?”, komentar Tante sambil mulai mencabuti ubanku. “Habis sih… Tante sudah lama enggak kesini… cuman ngurusin kerjaan melulu.” “Ya sudah, sekarang deh Tante cabutin ubanmu sampai habis.” Kami lalu diam tanpa berkata kata. “Mas””ngomong2 kamu sudah punya pacar apa belum?”, tanya Tante tiba2, sambil masih tetap mencabuti ubanku di kepala bagian belakang. “Belum kok Tante ”..masih dalam penjajakan”, sahutku. “Tuh… kan. 

Kamu ngelarang Tante cari pacar, tapi kamu sendiri malah mau pacaran.”, sahut Tante dengan nada agak kesal. “Pokoknya, Tante enggak mau lho kalau kamu mulai pacaran, apalagi masih sekolah bisa2 pelajaranmu jadi ketinggalan dan berarti kamu juga sudah enggak sayang lagi sama Tante ”, tambahnya. “Enggak kok Tante , aku masih sayang kok sama Tante .” “Sudah selesai Mas yang belakang, sekarang yang bagian depan”, perintahnya. Lalu kuputar dudukku menghadap ke arah Tante dan tetap duduk dilantai diantara kedua paha Tante ku serta Tante pun langsung saja meneruskan mencabuti uban-ubanku. “Mas, kamu kan sekarang sudah tambah dewasa, apa enggak pingin punya pacar atau pingin meluk atau dipeluk seorang perempuan?”, kata Tante tiba2. “Atau kamu sudah jadi laki-laki yang enggak normal barangkali ya, Sayang?”, lanjut Tante . “Ah, Tante ini kok nanyanya yang enggak2 sih?”, sambil kucubit paha Tante yang mulus dan putih bersih. 

“Habisnya selama ini kan kamu enggak pernah cerita soal temen wanita kamu, Mas.”, sahut Tante . “Aku ini masih laki-laki tulen Mah. Kalau Tante enggak percaya, boleh deh dibuktiin atau di test ke dokter.”, tambahku sambil kuelus-elus paha Tante . Kata Tante , aku enggak boleh pacaran dulu, tambahku. “Naaah… gitu dong Mas. Pacarannya nanti-nanti saja deh Mas, kalau kamu sudah lulus”. 

“Tapi, kamu kan sudah dewasa, apa enggak kepingin meluk dan mencium lawan jenis kamu”, tanyanya lagi. “Kadang-kadang sih kepingin juga sih Tante , apalagi banyak teman-temanku yang sudah punya pasangan masing- masing. Tapi ngapain sih Tante , kok nanya2 gituan?” “Ya… enggak apa apa sih, Tante cuman pingin tahu saja.”, sahut Tante sambil tetap mencari ubanku. Karena aku duduk menghadap Tante dan jaraknya sangat dekat, tanpa kusadari mataku tertuju kebagian dada Tante dan karena Tante ku hanya memakai baju tidur putih yang tipis sekali, maka tetek dan puting susunya secara transparan terlihat dengan jelas. “Mah… ngapain sih Tante pake baju tidur ini?” “Lho… memangnya kenapa mas dengan baju tidur Tante ini? emangnya kamu enggak suka ya Mas?”, tanya Tante ku, tanpa menghentikan kerjanya mencabuti ubanku. “Emangnya Tante enggak malu?”… tuh kelihatan?”, sambil kututul puting tetek Tante yang terlihat menonjol keluar dari balik baju tidurnya dengan ujung jariku. “Huuuusss, teriak Tante kaget. 

Tante kirain kenapa? wong enggak ada orang lain saja kecuali kamu dan bibi dirumah ini. Lagipula Tante kan enggak keluar rumah. Memangnya kamu enggak suka ya Mas?”, sahut Tante menghentikan kerjanya dan memandang mataku. “Wah”… ya suka bangeet dong Mah. Apalagi kalau boleh megang…”, senyumku. “Huussss…”, sambil menjundul dahiku. “Wong kamu ini masih kecil saja”, tambahnya. “Mah. Aku ini sudah mahasiswa lho.. bukan anak TK lagi, masak sih aku masih kecil? kalo ngeliat sedikit kan enggak apa apa kan mah… boleh kan Mah?”, rengekku. Tante tidak segera menjawab dan tetap saja meneruskan mencabuti ubanku seolah olah enggak ada apa-apa. Setelah kutunggu sebentar dan Tante tidak menjawab atau melarangku, akhirnya kuberanikan untuk menjulurkan tanganku kearah kancing baju tidurnya didekat dadanya. “Sebentar aja lho Mas ngelihatnya”, ujarnya tanpa menghalangi tanganku yang sudah melepas 3 buah kancing bajunya. 

“Aduh Mah…putih betul sih tetek Tante .” komentarku sambil membuka baju tidurnya sehingga tetek Tante ku tersembul keluar. Aku enggak tahu ukurannya, tetapi yang pasti tidak terlalu besar sehingga kelihatan tegang menantang serta berwarna merah gelap di sekitar puting nya. “Sudah ah Mas, tutup lagi sekarang”, katanya sambil tetap mencabuti ubanku. “Lho… Kok malah bengong, tutup dong Mas?”, katanya lagi ketika kata-kata Tante enggak aku ikutin dan tetap memandang kedua tetek Tante yang kupandang begitu indah. “Bentar dong Mah… aku belum puas nih Mah, melihat tetek Tante yang begitu indah ini. Boleh ya Mah pegang dikit?” “Tuh kan… Mas ini sudah ngelunjak. 

Katanya tadi cuman mau ngelihat sebentar, eeeh sekarang pingin pegang.”, sahut Tante sambil tetap melanjutkan mencabut ubanku. “Sebentar aja lho…”, sahutnya tiba2 ketika melihatku hanya bengong aja mengagumi tetek Tante . Setelah Tante mengizinkan dan dengan penuh keraguan serta tanpa berani melihat wajah Tante , segera saja kuremas pelan kedua tetek Tante dengan kedua telapak tanganku.

“Aahh… sungguh terasa halus dan kenyal tetek Tante ”, gumanku dalam hati. Lalu kedua tetek Tante kuelus2 dan kuremas2 dengan kedua tanganku. Karena asyiknya meremasi tetek Tante , baru aku sadar kalau tangan Tante sudah tidak lagi mencabuti ubanku lagi di kepalaku dan setelah kulirik, ternyata Tante telah bersandar di sofa dengan mata tertutup rapat, mungkin sedang menikmati nikmatnya remasan tangan ku di tetek nya. Melihat Tante ku hanya diam saja dan memejamkan matanya, lalu timbul keberanianku dan segera saja kumajukan wajahku mendekati tetek kirinya dan mulai kujilat puting teteknya dengan ujung lidahku. Setelah beberapa kali teteknya kuremas dan tetek satunya kujilati, kudengar desahan Tante sangat pelan “ssshhh… ssssshhhh… aaaahh.. Maaaass… suuuudaaaahh…” 



Desahan ini walaupun hampir tidak terdengar membuat ku semakin berani dan jilatan di puting teteknya dan kuselingi dengan hisapan halus serta remasan di tetek Tante sebelah kanan pun kuselingi dengan elusan elusan lembut. Tiba2 saja terdengar bunyi “kling” di lantai dan itu mungkin cabutan ubanku yang sudah terlepas dari tangan Tante , karena bersamaan dengan itu, terasa kedua tangan Tante sudah meremas remas rambutku dan kepalaku di tekannya kearah badannya sehingga kepalaku sudah menempel rapat di tetek Tante dan nafasku pun sedikit tersengal. Desahan dari mulut Tante ku pun semakin keras. “Ssssshhh… ooooohh… aaaaahhh… Maaaaaassss…”

Desahan yang keluar dari mulut Tante ku ini menjadikan ku semakin bersemangat dan kugeser kepalaku yang sedang dipegangi Tante kearah tetek yang satunya dan tangan kananku kuremaskan lembut di tetek kiri Tante dan tak henti2 nya desahan Tante terdengar semakin kuat dengan nafas cepat. “Maaasss… aaaaahhh”, desah Tante dengan keras dan tubuhnya meliuk liuk, seraya mendekap kepalaku sangat kuat sehingga wajahku tenggelam kedalam teteknya. “Aaaahhhh”, teriaknya dan diakhiri dengan nafasnya yang cepat dan tersengal- sengal. “Maaas, Tante lemes sekali”, kata Tante dengan suara yang hampir tidak terdengar dengan nafasnya yang masih tersengal-sengal. “Maass, tolong bawa Tante ke kamar”Tamat